Pentingnya Perlindungan Data Pribadi dalam Industri Jasa Keuangan

  • Whatsapp
(Foto: Shutterstock)

JURAI.ID, LAMPUNG (SMSI) — Untuk melindungi data pribadi, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

Perlindungan data pribadi penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan teknologi dan layanan digital. Selain itu, perlindungan data pribadi juga dapat mencegah penyalahgunaan data.

Sebagai industri yang mengelola volume data pribadi yang masif, bank dan lembaga keuangan lainnya berada di garis depan dalam menghadapi tantangan ini. Kepatuhan terhadap UU PDP sangat penting bagi industri perbankan karena beberapa alasan kunci.

Bank mengelola data pribadi dan keuangan yang sangat sensitif dan berharga, termasuk informasi identitas, transaksi keuangan, dan riwayat kredit pelanggan. Kepatuhan terhadap UU PDP membantu melindungi data ini dari penyalahgunaan yang bisa membahayakan privasi dan keamanan finansial pelanggan.

Kepercayaan pelanggan merupakan aset vital dalam industri perbankan. Kepatuhan terhadap UU PDP menunjukkan komitmen serius bank dalam melindungi data pribadi, yang pada gilirannya membantu membangun dan memelihara kepercayaan pelanggan.

Ini penting karena pelanggaran data dapat menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi bank, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kerusakan reputasi, dan kepercayaan pelanggan.

Selain itu, industri perbankan adalah salah satu sektor yang paling diatur ketat. Kepatuhan terhadap UU PDP merupakan bagian esensial dari tata kelola dan kepatuhan regulasi yang harus diikuti oleh bank.

Di era digital, bank yang menunjukkan kepemimpinan dalam perlindungan data pribadi juga mendapatkan keuntungan kompetitif, menjadi faktor diferensiasi di mata konsumen yang semakin sadar akan privasi.

Mematuhi UU PDP tidak hanya merupakan kewajiban hukum, tetapi juga strategi etis dan bisnis yang penting untuk menjaga kepercayaan dan kepuasan pelanggan. Kita harus mengakui sifat sensitif dari data yang dikelola oleh sektor ini.

Dengan adanya transaksi keuangan dan informasi personal yang luas, risiko kebocoran data dapat memiliki dampak yang merusak, tidak hanya secara finansial tetapi juga dalam hal reputasi.

Sebuah laporan oleh IBM Security dan Ponemon Institute pada 2020 menunjukkan bahwa biaya rata-rata global dari pelanggaran data adalah sekitar 3.86 juta dolar AS, dengan sektor keuangan seringkali mengalami biaya yang lebih tinggi. Mengingat hal tersebut, Ada beberapa langkah best practices yang harus diadopsi oleh sektor keuangan untuk mematuhi UU PDP.

Pertama, penting untuk memahami dan menerapkan regulasi dengan ketat. Ini tidak hanya berarti mematuhi ketentuan yang ada, tetapi juga memastikan bahwa semua karyawan, dari manajemen puncak hingga staf operasional, memahami tanggung jawab mereka dalam melindungi data pribadi.

Kedua, pengangkatan Petugas Perlindungan Data (Data Protection Officer/DPO) merupakan langkah penting yang sesuai dengan best practices internasional dalam perlindungan data. Di negara-negara yang menerapkan General Data Protection Regulation (GDPR), seperti di Uni Eropa, setiap organisasi yang memproses data dalam skala besar harus memiliki DPO. Namun, jumlah DPO yang dimiliki tiap lembaga bisa bervariasi tergantung pada ukuran dan kompleksitas pemrosesan data.

Mengenai pelatihan karyawan, frekuensi idealnya berbeda-beda tergantung pada organisasi. Beberapa perusahaan mungkin memilih untuk melakukan pelatihan setiap enam bulan, sementara yang lain mungkin melakukannya setahun sekali.Intinya, pelatihan harus cukup sering untuk memastikan bahwa karyawan tetap up-to-date dengan praktik terbaik dan perubahan dalam regulasi perlindungan data. Ini penting untuk menjaga kesadaran dan kesiapan dalam menghadapi ancaman keamanan data.

Ketiga adalah audit dan penilaian risiko data secara berkala merupakan langkah penting dalam menjaga keamanan data di sektor keuangan, sesuai dengan best practices dari GDPR di Eropa dan Personal Data Protection Act (PDPA) di Singapura. Audit ini melibatkan evaluasi terhadap infrastruktur IT, kebijakan, dan prosedur pemrosesan data, bertujuan mengidentifikasi kerentanan dan menanggapi ancaman keamanan data secara proaktif. Di bawah GDPR, ini termasuk evaluasi terhadap akses, penggunaan, dan penyimpanan data, sementara PDPA menekankan pada penilaian risiko reguler.

Protokol respons insiden dan sistem pelaporan pelanggaran data yang transparan dan efektif juga sangat penting, memastikan pelanggaran diidentifikasi dan ditanggapi dengan cepat untuk meminimalisir dampak. Ini membantu lembaga keuangan mematuhi regulasi, mempertahankan kepercayaan pelanggan, dan menghindari kerugian finansial atau kerusakan reputasi.

Keempat, kerja sama dengan pihak ketiga merupakan aspek krusial dalam perlindungan data di sektor keuangan. Lembaga keuangan sering bergantung pada vendor dan mitra bisnis untuk berbagai aspek operasional, dari teknologi informasi hingga layanan pelanggan. Penting untuk memastikan bahwa pihak ketiga ini juga mematuhi standar perlindungan data yang sama seperti yang diterapkan oleh lembaga keuangan itu sendiri.

Untuk melakukannya, lembaga keuangan harus melakukan due diligence yang ketat dalam memilih vendor, termasuk mengevaluasi praktik keamanan data dan kebijakan privasi mereka. Ini melibatkan penilaian risiko, audit berkala, dan perjanjian kontraktual yang ketat mengenai pengelolaan dan perlindungan data. Kerja sama ini tidak hanya membantu dalam memenuhi persyaratan regulasi, tetapi juga dalam membangun kepercayaan dengan pelanggan, yang kian sadar akan pentingnya privasi dan keamanan data. Melalui upaya bersama dengan seluruh ekosistem, termasuk pihak ketiga, lembaga keuangan dapat menciptakan jaringan perlindungan data yang lebih luas dan efektif.

Terakhir, transparansi kepada pemangku kepentingan adalah aspek penting dalam perlindungan data pribadi. Untuk mendukung transparansi ini, lembaga keuangan dapat memanfaatkan berbagai teknologi penunjang. Salah satunya adalah sistem manajemen data yang memungkinkan pelanggan melihat bagaimana data mereka dikelola dan diproses. Teknologi blockchain juga bisa digunakan untuk menciptakan buku besar yang aman dan tidak bisa diubah, sehingga meningkatkan kepercayaan dalam hal integritas data.

Selain itu, platform pelaporan dan analisis data membantu lembaga keuangan menyediakan informasi yang lebih transparan dan mudah diakses oleh pemangku kepentingan, termasuk pelanggan dan regulator. Teknologi-teknologi ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan pelanggan, tetapi juga membantu lembaga keuangan mempertahankan reputasi dan mematuhi regulasi perlindungan data jangka panjang.

Pengadopsian perlindungan data pribadi, seperti yang dilakukan oleh bank-bank internasional ternama, seperti DBS Bank, HSBC, JPMorgan Chase, dan BNP Paribas, bukan hanya soal pemenuhan kepatuhan atas regulasi perlindungan data pribadi, tetapi juga tentang membangun kepercayaan dan tanggung jawab. Ini terlihat dari implementasi standar keamanan yang ketat, kebijakan privasi yang jelas, dan sistem pelaporan pelanggaran data yang efektif.

Langkah-langkah ini menggarisbawahi pentingnya responsibilitas dan kehati-hatian dalam pengelolaan data pribadi, khususnya di sektor keuangan yang dinamis. (*)


Eksplorasi konten lain dari Jurai.id

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan Balasan