Hakim Harus Cermat Dalami Eksespi Johny M Samosir yang Ternyata Mencengangkan

  • Whatsapp

JURAI.ID, JAKARTA (SMSI) – Surat dakwaan Mantan Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal (Wakabareskrim) Polri Irjen Pol (Purn) Johny M Samosir batal demi hukum.

Ini setelah adanya fakta otentik yang diungkap dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (15/3/2023).

Hal ini pun terungkap dalam eksepsi atau nota keberatan terhadap surat dakwaan Nomor: Reg Perkara PDM-44/M.1.10/Eoh.2/03/2023 Tanggal 01 Maret 2023 disampaikan penasehat hukum Gunawan Raka dan rekan

Dalam kesimpulan yang dibacakan, diungkapkan pula fakta-fakta otentik yang cukup mencengangkan. Hingga pada akhirnya, Johny M Samosir bisa bebas dari jeratan yang dituduhkan terhadapnya.

“Kami meminta Majelis Hakim menerima dan mengabulkan Nota Keberatan (eksepsi) dari Penasehat Hukum Terdakwa Johny M Samosir untuk seluruhnya,” terang Gunawan.

Menariknya, Gunawan Raka menyebut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kelas IA Khusus tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara aquo.

Sehingga, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tanggal 01 Maret 2023 batal demi hukum atau dinyatakan batal, atau setidak-tidaknya dinyatakan dakwaan tersebut tidak dapat diterima.

“Terdakwa Johny M Samosir tidak dapat dipersalahkan dan dihukum berdasarkan atas Surat Dakwaan yang batal demi hukum,” jelasnya.

Dalam eksepsi, kuasa hukum juga meminta JPU untuk mengeluarkan terdakwa Johny M Samosir dari tahanan.

Sebab penyidik dan kejaksaan tidak mempertimbangkan batas-batas hak dan tanggung jawab seorang direksi dan pemegang saham sesuai dengan undang- undang perseroaan.

“Jelas sekali sesuai undang- undang perseroaan tanggung jawab yang mengikat ke suatu perusahaan berserta organnya ada dalam ranah perdata bukan pidana atas siapapun direksi PT KPP,” terangnya.

“Artinya jangan sampai setiap org yang menjabat direksi KPP terancam pidana, bukan karena perbuataannya tetapi hanya karena posisi kedudukannya,” jelasnya.

Jelas dari fakta-fakta yang ada tidak ada unsur niat jahat dan penggelapan yang dilakukan oleh Johny M Samosir sebagai seorang mantan wakabareskrim Polri yang tentu saja mengerti hukum pidana.

“Ada apa ini dengan penegakan hukum di mabes Polri jangan-jangan ada oknum pejabat tinggi di kepolisiaan berkonspirasi kelas tinggi dengan PT. VDNIP untuk menguasi aset tanah dan pelabuhan PT.KPP di kawasan Industri Konawe dengan memenjarakan Johny M samosir sebagai Dirut baru,” terangnya.

“Atas perkenan yang mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas I A Khusus, menerima dan mengabulkan eksepsi ini sebelum dan sesudahnya diucapkan terimakasih,” terang Gunawan Raka didampingi Indri Wuryandari, Cici Hairia Dewi, Ni Putu Fanindya Pertiwi, dan Wahyu Bangun Haryadi dan kuasa hukum lainnya.

Fakta-fakta otentik

Gunawan Raka menjelaskan, PT Konawe Putra Propertindo merupakan perusahaan pembangun dan perintis Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Konawe di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara sejak tahun 2013.

Bahwa dalam perjalannanya direktur utama PT. KPP (periode 2014 – 2018) Huang Zuo Chao WNA RRT menghilang dan mengabaikan tanggung jawab pada perusahaaan sejak maret 2018.

Melalui RUPS pemegang saham direksi dan direktur utama Huang Zuo Chao di berhentikan dengan notulen rapat pertanggung jawaban pengelolaan perusahaan belum diterima oleh pemegang saham dan bersamaan pemegang saham KPP mengangkat bapak Johny m samosir sh sebagai direktur utama menggantikan Huang Zuo Chao.

Pemegang saham sepakat bahwa Tindakan huang zuo chao menghilang dan membawa semua dokumen-dokumen serta surat- surat tanah PT. KPP merupakan tindakan penyalah gunaan wewenang dan merugikan perusahaan.

Oleh sebab itu Johny M samosir sebagai direksi baru PT. KPP (September 2018 – sekarang) melaporkan dugaan tindak pidana penggelapan dan penyalahgunaan jabatan terhadap Huang Zuo Chao di polda Sulawesi tenggara pada tahun juni 2019.

Laporan tersebut berujung pada penetapan dua orang tersangka WNA yaitu Huang Zuo Chao dan Wang Bao Guang dan terbit red notice oleh interpol atas kedua tersangka tersebut.

Penyidik Polda Sultra mengendus ada transaksi mencurigakan di rekening KPP uang dalam jumlah puluhan miliar dr suatu perusahaan bernama PT. VDNIP pada 28 Maret dan pada hari ini juga dana tersebut di transfer keluar negeri (rek bank china) oleh Huang Zuo Chao.

Diduga kuat rekening PT. KPP dijadikan alat pencucian uang. Dugaan tersebut dikuatkan lagi setelah ada informasi dari beberapa kepala desa di kawasan industri konawe bahwa ada oknum suatu perusahaan yg menyodorkan suatu surat jual beli bawah tangan tertanggal 28 maret 2018 atas aset2 tanah PT. KPP sekitar awal bulan mei 2018.

“Para kepala desa sudah mencurigai surat jual beli yang penuh keganjilan dan tidak sesuai dengan kaidah jual beli yang baik, benar dan terbuka sesuai hukum dan aturan negara Indonesia,” terang Gunawan.

Sadar sudah diperalat delapan kepala desa telah membuat suatu surat resmi untuk pembatalan atas tanda tangan pejabat desa pada jual beli tersebut. Surat-surat pembatakan kepala desa tersebut menjadi bukti pada penyelidikan Polda Sultra.

Menurut SP2HP secara lisan maupun tulisan kepada client kami , berkas kasus tersebut siap di ajukan ke kejaksaan tinggal melakukan pemeriksaan terhadap saksi bernama Zhu min dong yang merupakan pimpinan dari PT. VDNIP. “Tetapi yang bersangkutan mangkir terus atas panggilan Polda Sultra,” jelasnya.

Nahas bagi PT. KPP laporan yang sudah berujung red notice dan permintaan P to P kepolisaan RI kepad ke polisiaan China untuk pemeriksaan tersangka huang Zuo Chao dan Wang Bao Gung di tarik ke Bareskrim pada september 2020.

“Dan yang paling parahnya alasan penarikan tersebut atas laporan dumas di biro wasidik oleh perusahaan bernama PT. VDNIP yg mana dalam laporan kami PT.VDNIP bukan terlapor. Alasan yang klient kami terima pada saat gelar perkara adalah karena PT. VDNIP akan menjadi calon tersangka jadi berhak,” ungkap Gunawan.

Selanjutnya, pada akhir bulan desember 2020 Direksi PT. KPP dilaporkan pasal penggelapan oleh suatu perusahaan bernama PT.VDNIP ke Dittipidum Bareskrim Polri.

Yang mengaku telah membeli aset PT.KPP melalui Huang Zuo Zhao dengan dasar suatu surat perjanjian bawah tangan dengan judul: Perjanjian 001 seluas 325 ha dan perjanjian 002 seluas 25 h.

Atas dasar perjanjian dan adanya bukti transfer sebesar 95 M ke rek perusahaan PT.KPP (yang pada saat tersebut dikuasai oleh mantan dirut Huang Zuo Chao).

Pada saat penyelidikan atas kasus tersebut di atas, Johny M Samosir sudah menyampaikan bahwa pemegang saham dan organ perusahaan PT. KPP pada bulan Maret 2018 tidak pernah mengetahui dan menyetujui adanya perjanjian bawah tangan 001 dan 002 yang menjual aset tanah-tanah KPP secara merugikan dan tidak sesuai dengan kaidah hukum jual beli yang benar kepada PT.VDNIP.

“Adapun soal adanya transfer senilai Rp 95 milar yang dianggap sebagai bukti pembayaran tidak ada satu sen pun di terima oleh pemegang saham,” jelasnya.

Dana tersebut hanya masuk dan singgah selama dua jam pada rek bank PT. KPP dan pada hari yang sama ditransfer keluar ke suatu rekening luar negeri ( rekening bank di RRT) oleh mantan dirut Huang Zuo Chao.

Inti dari laporan kepada direksi baru PT. KPP di atas adalah bahwasanya PT. VDNIP melalui perjanjiaan bawah tangan 001 telah membayar sejumlah 95 M ke rekening PT. KPP.

Sebahagian besar surat tanah dari luas 325 hektare sudah di terima oleh PT.VDNIP dari mantan Dirut Huang Zuo Chao dan ada 64 sertifikat (seluas 32 ha) yang masih belum di serahkan oleh Huang Zuo Chao dan dengan laporan ini direksi baru yaitu Johny M Samosir diaggap menggelapkan 64 sertifikat tersebut karena menyimpan dan tidak menyerahkan kepada PT.VDNIP.

“Atas tuduhan menyimpan 64 SHM tersebut secara jelas kami sudah menyampaikan kepada penyidik,” jelasnya.

Fakta hukum lainnya.

1. 64 SHM tersebut merupakan pemgembaliaan dari Polres Konawe kepada PT.KPP melalui notaris Sabril syahbirin SH sekitar bulan desember 2019. Secara hukum direksi yang baru yaitu Johny M Samosir menerima pengembalian SHM tersebut.

2. Ke 64 SHM tersebut di serahkan ke polres konawe oleh mantan Dirut Huang Zuo Chao melalui kaki tangannya sekitar bulan maret 2018.

3. Ke 64 SHM tersebut belum sepenuhnya milik PT.KPP, masih ada hak masyarakat pemilik awal karena KPP hanya membeli sebahagian dari tanah masyarakat. Masyarakat menunggu pemecahan sertifikat tersebut

4. Ke 64 SHM sebelumnya berada di tangan Polres konawe karena adanya laporan masyarakat pada bulan february 2018 atas dugaan penggelapan oleh PT.KPP.

5. Hasil penyelidikan Polres Konawe tidak ada unsur penggelapan yang dilakukan oleh PT KPP, karena sertifikat masih utuh dan tidak pernah di perjual belikan oleh PT. KPP.

6. Karena tidak ada unsur penggelapan Ke 64 SHM tersebut dikembalikan kepada PT. KPP melalui seketaris Huang Zuo Chao yaitu Christina Metty dengan syarat ke 64 SHM tersebut harus segera di pecahkan agar bisa di kembalikan haknya masyarakat. Tugas pemecahan tersebut di serahkan kepada notaris sabril syahbirin sh di kabupaten konawe.

“Dari fakta- fakta diatas kami kuasa hukum sudah meminta pertimbangan arif penyidik Dittipidum Polri untuk lebih cermat bahwa perjanjiaan jual beli ini penuh konspirasi bukan jual beli tanah yang baik dan benar layaknya dua perusahaan besar di mata hukum,” ungkap Gunawan Raka.

Sebelumnya Johny M Samosir ditahan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat atas kasus dugaan penggelapan atas berkas perkara dari penyidik Bareskrim Polri No BP/49/VI/2021/Dittipidum tanggal 25 Juni 2021.

Melalui kuasa hukum, Gunawan Raka, Johny pun meminta permohonan perlindungan hukum ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *