JURAI.ID, LAMPUNG (SMSI)– Indeks Harga Konsumen (IHK) di Provinsi Lampung pada bulan Januari 2025 tercatat mengalami deflasi sebesar 0,71% (mtm), yang lebih rendah dibandingkan dengan inflasi sebesar 0,47% (mtm) pada bulan Desember 2024.
Meskipun deflasi di Lampung lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional yang tercatat -0,76% (mtm), namun realisasi ini masih lebih rendah dari rata-rata perkembangan IHK di Provinsi Lampung pada Januari dalam tiga tahun terakhir, yang tercatat inflasi sebesar 0,34% (mtm).
Secara tahunan, IHK di Lampung pada Januari 2025 mencatat inflasi sebesar 1,04% (yoy), yang lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang tercatat 1,57% (yoy), meskipun lebih tinggi dari inflasi nasional yang hanya 0,76% (yoy).
Deflasi pada Januari 2025 terutama disebabkan oleh penurunan tarif listrik serta harga beberapa komoditas, seperti tomat, bawang merah, cumi-cumi, dan ikan kembung, dengan kontribusi masing-masing sebesar -1,54% (mtm); -0,10% (mtm); -0,09% (mtm); -0,05% (mtm) dan -0,04% (mtm). Penurunan tarif listrik terjadi seiring dengan pemberlakuan kebijakan diskon 50% untuk pelanggan rumah tangga PT PLN (Persero) dengan daya 450 VA, 900 VA, dan 1.300 VA selama Januari dan Februari 2025.
Sementara itu, penurunan harga komoditas tomat, bawang merah, cumi-cumi, dan ikan kembung terjadi karena periode panen hortikultura, terutama bawang merah di Kabupaten Indramayu yang menjadi pemasok utama bawang merah untuk Provinsi Lampung, serta terjaganya hasil tangkapan perikanan laut.
Namun, deflasi di Januari 2025 sedikit terhambat oleh sejumlah komoditas yang mengalami inflasi, seperti cabai merah, cabai rawit, minyak goreng, dan kangkung, yang memberikan kontribusi masing-masing sebesar 0,37% (mtm); 0,19% (mtm); 0,05% (mtm); dan 0,03% (mtm). Kenaikan harga cabai dan kangkung dipengaruhi oleh gagal panen akibat tingginya curah hujan dan banjir yang terjadi pada awal tahun.
Kenaikan harga minyak goreng, di sisi lain, dipicu oleh peningkatan permintaan selama periode Hari Besar Keagamaan Nasional (Nataru) dan Imlek, serta kenaikan harga CPO yang dipengaruhi oleh dinamika pasokan dalam kondisi cuaca yang kurang kondusif dan kebijakan domestik terkait program B40.
Ke depan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Lampung memprediksi bahwa inflasi IHK di Provinsi Lampung akan tetap berada dalam sasaran inflasi 2,5±1% (yoy) sepanjang tahun 2025. Namun, beberapa risiko inflasi harus dimitigasi, termasuk dari Inflasi Inti (core inflation), seperti (i) peningkatan permintaan agregat akibat kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) 2025 sebesar 6,5%; dan (ii) berlanjutnya kenaikan harga emas dunia yang dipengaruhi oleh ketidakpastian geopolitik serta kebijakan ekonomi AS.
Di sisi Inflasi Makanan yang Bergejolak (volatile food), terdapat risiko berupa (i) peningkatan harga beras pada puncak musim tanam; dan (ii) risiko gagal panen akibat tingginya curah hujan dan banjir. Sementara itu, risiko dari Inflasi Harga yang Diatur Pemerintah (administered price) termasuk (i) kenaikan harga rokok akibat kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok konvensional dan elektronik; dan (ii) kenaikan harga BBM non-subsidi.
Mengingat perkembangan inflasi dan risiko yang ada, Bank Indonesia dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Lampung akan terus berupaya menjaga stabilitas harga dengan mengimplementasikan strategi 4K, yang meliputi:
1. Keterjangkauan Harga:
Melakukan operasi pasar beras/SPHP secara terarah dan targeted.
Monitoring harga dan pasokan, terutama pada komoditas yang berisiko mengalami kenaikan harga pada triwulan pertama, seperti beras, cabai, telur, dan daging ayam ras.
2. Ketersediaan Pasokan:
Perluasan implementasi Toko Pengendalian Inflasi di seluruh wilayah IHK/Non-IHK.
Penguatan kerja sama antar daerah maupun intra daerah di Provinsi Lampung untuk komoditas yang berisiko defisit.
3. Kelancaran Distribusi:
Penguatan kapasitas transportasi dengan penambahan volume dan rute penerbangan.
Memastikan kelancaran operasi pasar dengan mobil TOP (Transportasi Operasi Pasar).
4. Komunikasi Efektif:
Mengadakan rapat koordinasi rutin mingguan di setiap Kabupaten/Kota untuk menjaga awareness terkait dinamika harga dan pasokan terkini.
Memperkuat sinergi dengan media dan masyarakat untuk mengampanyekan perilaku berbelanja bijak dan mencegah panic buying. (*)
Eksplorasi konten lain dari Jurai.id
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.