JURAI.ID, BANDAR LAMPUNG- Salah satu warga setempat Siti wahdini djajasasmita alias Neneng (53 thn) salah satu objek tanah bangunan rumah nya jalan Teuku umar no.46 Rt.002 Rw.00 kelurahan Sawah brebes kecamatan Tanjung karang barat kota Bandar lampung yang diklaim oleh pihak PT. Kereta Api Indonesia (KAI )Devisi Regional 1V Tanjungkarang masuk dalam Hak penguasaan tanah mereka, saat ditemui awak media ,Selasa (25/11/2025).
Ia menyampaikan menolak keras rencana PT.KAI untuk melakukan tindakan Pengosongan atas tempat tinggal mereka.
Menurutnya pernyataan itu adalah bentuk upaya paksa yang dilakukan oleh PT.KAI untuk menguasai tanah dan bangunan kami yang patut diduga secara sewenang wenang tanpa adanya alas hak yang sah dan tanpa adanya putusan yang berkuatan hukum tetap serta patut diduga suatu bentuk perbuatan kesewenang wenangan dari penguasa yang menimbulkan kerugian dan merampas hak hak kami.
Selanjutnya neneng yang juga salah satu ahli waris menjelaskan bahwa kakeknya yang bernama Agam Djajasasmita dan neneknya bernama Hasanah Agam sejak tahun 1970 telah mendirikan bangunan permanen diatas tanah ini secara terus menerus dengan itikad baik dan patuh membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),tagihan listrik,air,telepon dan kewajiban lainnya yang berkaitan dengan tanah dan bangunan sebagai bentuk tanggung jawab dan pengolahan yang sah atas tanah serta bangunan yang kami kuasai .
Sementara Sumarsih,S.H, M.H dari kantor RHS & Patners Law Firm ,.salah satu Pengacara Hukum ahli waris turut angkat bicara atas tindakan PT.KAI terhadap klien mereka.
“Harusnya PT.KAI pada prinsipnya merupakan Badan hukum perseroan terbatas yang menjalankan haknya sebagai badan hukum menempuh upaya hukum terlebih dahulu yaitu dengan mengajukan gugatan melalui pengadilan untuk memperoleh putusan yang sah dan berkekuatan hukum tetap (Inkracht van gewidjsde),” katanya.
“Dalam surat peringatan yang disampaikan oleh PT.KAI kepada klien kami menyebutkan bahwa PT.KAI memiliki alas hak yang berdasarkan pada Grondkaart nomor 10 tahun 1913, namun alas hak tersebut adalah tidak beralasan hukum dikarenakan sejak lahirnya UU no 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok pokok Agraria (UUPA), di indonesia sudah mempunyai sistem hukum tanahnya tersendiri, sehingga semua hak penguasaan tanah oleh siapapun untuk kepentingan apapun wajib dan harus tunduk pada UUPA dan peraturan pelaksanaannya, tidak terkecuali tanah tanah perusahaan kereta api,” sambungnya.
Alas hak berupa Grondkaart hanya merupakan peta situasi atau dokumen teknis adminisstratif dengan batas batas yang belum jelas dan bukan merupakan bukti kepemilikan atau penguasaan hak atas tanah secara yuridis sebagaimana yang dimandatkan oleh sistem pendaftaran tanah diindonesia.
Lebih lanjut, bahwa berdasarkan asas Rechtsverwerking,pihak yang mengakui memiliki hak namun tidak menjalankan selama bertahun tahun dan membiarkan pihak lain menguasai secara terbuka maka tidak dapat lagi menuntut hak nya.
Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 979 K/Sip/1971 Jo. Nomor 26/K/Sip/1972, Tanggal 19 April 1972, Yang berbunyi : “Orang yang membiarkan begitu saja tanah hak nya selama 18 tahun dikuasai orang lain, dianggap telah melepaskan haknya atas tanah tersebut” sambungnya.
“Maka dengan ini klien kami keberatan dengan tindakan PT.KAI untuk memerintahkan Pengosongan dan Penertiban atas lahan Tanah dan Bangunan yang ditempati klien nya ,surat tembusan sudah disampaikan ke Presiden Republik Indonesia, Menteri BUMN,Menteri KEMENHUB, KPK , dan Dirut PT.KAI . Harapan kami PT.KAI sebagai badan hukum sepatutnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dengan penyelesaian atas sengketa kepemilikan dan penguasaan tanah ini ditempuh melalui jalur yang Adil ,Transparan dan sesuai dengan prosedur serta ketentuan hukum yang berlaku,” tutupnya. (Bambang)




